Rabu, 09 April 2014



ISI HATI SEORANG MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING

Awalnya ingin mencurahkan semuanya ke orang-orang tapi apalah daya, hanya jemariku yang mampu melakukannya (Hehehe). Isi hati ini mungkin sama dengan mahasiswa bimbingan dan konseling yang lain yang juga pernah atau sedang merasakan hal yang sama. Menjadi mahasiswa bimbingan dan konseling adalah sebuah pilihan. Namun awalnya menjadi seorang mahasiswa bimbingan dan konseling bukanlah pilihan saya sendiri. Tapi karena pilihan dari ibu dimeja registrasi tempat pendaftaran mahasiswa baru tahun 2009. Pada saat itu saya hanya memilih dua jurusan saja yakni pendidikan fisika dan kesehatan masyarakat. Kata ibu tersebut agar memiliki peluang yang besar untuk lulus jadi sebaiknya saya memilih satu jurusan lagi. Dan jurusan yang pertama kali ibu tersebut ucapkan adalah “ada bimbingan dan konseling” sehingga saya memilih jurusan bimbingan dan konseling di pilihan ketiga. Sampai saat ini takdirpun mengatakan bahwa saya harus menuntut ilmu di program studi bimbingan dan konseling yang kebetulan almarhum bapak saya juga termasuk mahasiswa alumni bimbingan dan konseling di universitas yang sama.
Semester pertama menuntut ilmu di program studi bimbingan dan konseling merasa tertarik dengan mata kuliahnya niat untuk pindah ke program studi lain pun saya urungkan. Penyampaian materi yang disampaikan dosen sangat menarik untuk dipelajari. Selain menyampaikan isi mata kuliah yang mereka bawakan, di sela-sela penyampain materi ada beberapa dosen yang juga memberikan mata kuliah yang saya menyebutnya mata kuliah kehidupan, mata kuliah yang tidak di jadwalkan namun bagi saya mata kuliah itu yang saya tunggu-tunggu di sela-sela pemberian materi. Mata kuliah kehidupan itu biasanya berbentuk kata-kata mutiara namun mengandung arti bagi kelangsungan hidup,,(hehehe). Salah satu kata yang pernah dosen saya ucapkan “dibalik keputusan, resiko menanti” saya cerna baik-baik kata tersebut kata yang di ucapkan oleh seorang almarhum bapak Sultan Bani, ternyata betul setiap kita mengambil keputusan pasti ada resikonya sebesar dan sekecil apapun itu.
Kata Bimbingan Dan Konseling suatu kata yang asing bagi masyarakat awam, yang dulunya bernama BP (bimbingan dan penyuluhan) setiap ditanya teman atau orang yang lebih tua “kuliah dimana? Jurusan apa? saya menjawab bk, apa itu bk? Bimbingan dan konseling. Oh,,,yang suka pukul dan cubit siswa itu? Memangnya ada jurusannya? Saya kira guru bimbingan dan konseling itu cuma diambil dari guru mata pelajaran, biasanya guru agama, guru bahasa indonesia yang jadi guru bimbingan dan konseling”. Ucapan yang seperti itu sudah biasa terdengar ditelinga saya, kadang hati ini tidak mudah untuk menerimanya, namun ya setelah sering ditanya seperti itu saya mulai terbiasa untuk menerimanya. karena mereka mengetahui dari dulu bimbingan dan konseling identik dengan memukul dan menghukum siswa, mungkin sosialisasinya yang kurang dan juga kesalahan dari awal yang mana guru bimbingan dan konseling di sekolah bukan berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling sehingga mereka tidak mengetahui prosedur yang seharusnya guru bimbingan dan konseling lakukan di sekolah, padahal ada aturan dan teknik khusus yang digunakan oleh seorang guru bimbingan dan konseling yang tentunya hanya didapatkan selama menuntut ilmu dibidangnya, ya bimbingan dan konseling.
Selama menuntut ilmu di program studi bimbingan dan konseling puncak kesibukannya pada saat semester 7 karena hampir semua mata kuliah yang terprogram disemester tersebut harus meneliti langsung di sekolah maupun di luar sekolah, menyusun laporan dan persentase. Selanjutnya memasuki semester 8 mata kuliah yang terprogram adalah PPL dan KKN, selama PPL di sekolah awalnya siswa menganggap bahwa guru bimbingan dan konseling itu galak, asal menghukum, menceramahi, mencari-cari kesalahan siswa. Namun lama kelamaan siswa di sekolah tempat saya PPL menganggap bahwa guru PPL bimbingan dan konseling lah yang paling perhatian dan mengerti dengan siswa-siswa yang ada di sekolah, Alhamdulillah sedikit demi sedikit pandangan terhadap guru bimbingan dan konseling berubah setelah saya mengabdi di sekolah tersebut, dan saya yakin pasti teman-teman bimbingan dan konseling yang ppl di sekolah lain juga merasakan hal yang sama dengan saya. Malahan sebagian besar mahasiswa ppl bimbingan dan konseling lah yang lebih di andalkan. Bukan Cuma di ppl saja mahasiswa bimbingan dan konseling mendapatkan kesan yang kurang baik, di posko kkn juga teman-teman prodi dan fakultas lain memberikan pandangan yang sama, mereka berpikir di sekolah guru bimbingan dan konseling tidak memiliki pekerjaan, nanti ada siswa yang bermasalah saja baru kerja dan kerjanya hanya memukul dan mencubit siswa, padahal kalau mereka ketahui besarnya tugas dan tanggungjawab seorang guru bimbingan dan konseling pasti mereka berpikir sebaliknya. Namun sudut pandang itu pun berubah setelah mereka melihat banyaknya siswa yang datang ke posko hanya untuk mencari mahasiswa ppl bimbingan dan konseling untuk sekedar curhat masalah pribadi mereka, hampir setiap malah siswa-siswa saya datang untuk curhat atau hanya sekedar jalan-jalan. Saya merasa senang dengan perlakukan siswa seperti itu, karena mereka sangat antusias menerima kedatangan kami.
Setelah kkn dan ppl berakhir tibalah saat pembuatan proposal skripsi, inilah masa yang sulit bagi saya dan teman-teman. Prosedur awalnya memasukkan judul proposal yang juga disetujui untuk dilanjutkan ke skripsi, bagi jurusan lain memasukkan judul proposal diperbolehkan sebelum melakukan ppl dan kkn bahkan ujian proposal diperbolehkan bagi mereka, sedangkan bagi mahasiswa bimbingan dan konseling hal tersebut tidak diperbolehkan makanya sampai saat ini teman-teman 2009 belum ada satupun yang wisuda, jangankan wisuda ujian skripsi dan yudisium saja belum ada. Sedangkan di jurusan lain angkatan 2009 sudah banyak yang wisuda di tahun 2013 kemarin bahkan di jurusan lain sudah banyak mencetak wisudawan dan wisudawati tiap kali wisuda. Sedangkan kami masih terus berjuang meraih gelar sarjana sesuai dengan  prosedur yang ada. Inilah yang membuat kami menjadi sedikit minder apabila di tanyakan sudah ujian skripi? Sudah wisuda? Dan jawaban kami bervariasi ada yang mengatakan “masih sementara menyusun, baru ujian proposal, masih sementara penelitian, mau seminar hasil, masih buat jurnal, dan ada pula yang menjawab ujian skripsi lagi”, yang mungkin jurusan lain mengatakan hal tersebut di tahun kemarin atau di beberapa bulan yang lalu, tapi bagi kami jawaban itu terucap nanti setelah beberapa bulan belakangan ini. Pandangan orangpun berbeda-beda dengan jawaban kami itu, ada yang bilang “kenapa kamu lama sekali? Kita sudah bnyak yang wisuda, sudah banyak yang tinggal ujian skripsi” dengan sabar kami menjawab “di bimbingan dan konseling tidak bisa memasukkan judul sebelum turun kkn dan ppl, sedangkan kkn sm ppl di program di semester 8, belum lagi dosennya kita yang Cuma sedikit dan punya pekerjaan yang banyak bukan hanya mengurus mahasiswa yang sedang menyusun saja” bayangkan saja kalau setiap ketemu dengan siapa saja yang kita kenal dengan pertanyaan yang sama dan dengan besar hati kami harus menjelaskannya satu persatu. tak jarang pertanyaan itu selalu terucap di setiap pertanyaan masing-masing orang. Dengan penjelasan yang seperti itu mereka bisa tau dan mengerti. Tetapi, terkadang ada beberapa orang yang berpikir kalau mahasiswa bimbingan dan konseling itu malas dan bodoh karena melihat belum ada satupun yang wisuda (angkatan 2009). Hati ini tidak begitu saja menerima pandangan yang seperti itu, karena pada hakikatnya prosedur penyusuan skirpsi di program studi kami sangatlah berbeda dengan mereka, belum lagi kendala-kendala yang lain.  Teman-teman dijurusan lain mungkin dengan mudahnya menyusun skripsi, bimbingan, mengatur jadwal ujian, clearing nilai, dll. Sedangkan kami diprodi bimbingan dan konseling harus berusaha mengejar dosen, menunggu dengan sabar bila mereka mengajar, berusaha dengan sabar bila kedua dosen pembimbing memiliki pendapat yang berbeda.
Acc judul saja harus menunggu 2 bulan untuk disetujui, belum lagi perjalanan bimbingan yang kalau kita tidak rajin dan berusaha maka akan semakin menambah perjalanan kita menjadi mahasiswa karena alasan itu tadi dosen tidak selalu stay di kampus, tidak selalu memiliki pandangan yang sama dengan isi skripsi kita yang harus membuat kita mengerjakan kembali draft yang semula telah kita buat, yang kita anggap sudah cukup baik. Ternyata tidak semudah itu, dalam perjalanan menyusun skripsi masing-masing mahasiswa bimbingan dan konseling memiliki kendala yang berbeda-beda ada yang terkendala di latar belakang, penulisan kajian pustaka, angket, satlan, perhitungan hasil penelitian dan bahkan ada yang sudah selesai bimbingan dengan salah satu dosen pembimbingnya setelah bimbingan ke dosen pembimbing yang satu lagi, dosen tersebut tidak menerima judul mahasiswanya artinya judul itu harus diganti, entah diganti sepenuhnya atau salah satu variabelnya saja. Kalau sudah begitu, berarti harus mulai dari awal lagi yakni acc judul kembali. Sulit bukan? Itu salah satu perjalanan yang menurut saya harus dilalui dengan kesabaran, kebesaran hati, mental yang kuat dan tentunya usaha yang keras.
Sekarang saya sudah berada di tahap terakhir yaitu ujian skripsi, setelah sebelumnya telah menyelesaikan seminar proposal, seminar hasil dan menyusun artikel penelitian.  Tetapi tidak dengan mudah untuk melaksanakan ujian skripsi, ada beberapa persyaratan yang harus dilengkapi, salah satunya adalah clearing nilai di pengajaran fkip dan BAAk. Sampai sekarang saya dan teman-teman yang ingin ujian skripsi terhambat di clearing nilai, karena adanya peraturan baru yang dikeluarkan oleh rektor UNTAD mengenai clearing nilai yang harus ditegaskan di lingkungan UNTAD untuk mencegah terulangnya hal-hal yang tidak diinginkan di tahun-tahun kemarin. Clearing nilai di program studi bimbingan konseling sendiri terhambat karena adanya DPNA mata kuliah yang belum lengkap, sehingga harus di lengkapi terlebih dahulu dengan meminta arsip DPNA di bagian pengarsipan nilai pengajaran.
Semua itulah yang menjadi kendala saya dan teman-teman sesama mahasiswa bimbingan dan konseling, tetapi orang lain memandang berbeda akan kendala yang terjadi, semua yang telah saya jelaskan di atas merupakan kendala yang berada di luar diri mahasiswa. Jadi buat teman-teman sesama mahasiswa bimbingan dan konseling janganlah menjadikan masalah tersebut menjadi kendala yang berarti bagi penyusuanan skripsi kita. Jadikan itu semua menjadi pemicu kita untuk membuktikan ke orang banyak bahwa kita mampu menyelesaikan studi dengan waktu yang sesuai dengan usaha dan kemampuan kita, karena Tuhan akan membalas usaha kita sekecil apapun itu. Suatu pekerjaan tidak akan selesai kalau tidak dikerjakan, manfaatkan waktu yang ada karena hari ini belum tentu sama keadaannya dengan hari esok dan ada hal-hal yang tak perlu menunggu kita sempurna untuk melakukannya asal ada niat kuat dan tindakan yang akan membuktikan niat tersebut.
“Man jadda wajada”
(Barang siapa bersungguh-sungguh, maka pasti akan berhasil)

“Bermimpi setinggi-tingginya, Berusaha sekuat-kuatnya dan mendekati Allah sedekat-dekatnya”.
-Ahmad Rifai Rifan-

* Catatan oleh Raodhatul Jannah

Selasa, 25 Maret 2014

Iseng-Iseng Nulis Cerpen dan pernah di ikutkan lomba tapi belum bisa lolos..belum rejeki berarti..hehehe



Kisah Hidup Dini
Angin di sore hari meniup rambut panjang dan lurus seorang wanita yang sedang duduk-duduk santai dibalkon lantai dua rumahnya dengan di temani seorang lelaki setengah baya, wanita itu bernama Dini, dan lelaki setengah baya itu adalah pak Suwito ayah Dini. Dini adalah seorang gadis yang dulunya seorang aktifis kampus, namun setelah ia mengalami kecelakaan hebat yang mengakibatkan kedua kakinya patah dan harus di amputasi hingga akhirnya Dini hanya bisa menggunakan kursi roda, Dini mengundurkan dirinya sebagai aktifis kampus yang berkiprah di BEM Universitas karena ia menyadari dengan keadaannya yang seperti ini ia tak dapat lagi melanjutkan aktifitasnya sebagai seorang ketua BEM Universitas, sehingga sejak saat itu Dini pun meninggalkan kampus dan hanya berdiam diri di rumah saja.
            Dirumah, Dini hanya memiliki seorang Ayah dan dua pembantu rumah tangga, sejak ia SMP ayah dan ibunya telah bercerai dan Dini di asuh oleh Ayahnya yang seorang Pengusaha di bidang tekstil sedangkan Ibunya pergi meninggalkannya dan menikah lagi dengan seorang pengusaha di Semarang. Perceraian kedua orang tuanya sempat membuat Dini drop, namun seiring berjalannya waktu ia mulai menerima hal tersebut. Selain itu Dini juga mempunyai seorang pacar yang bernama Doni, ia tetap setia mendampingi Dini bagaimanapun keadaannya, walaupun Dini pernah memutuskan hubunganya dengan Doni karena ia menganggap Doni tidak akan bahagia bersamanya. Namun hal itu tidak mengurungkan niat Doni untuk tetap bersama Dini, semangat dan dukungan dari Ayah dan Doni menjadi satu titik terang buat Dini, ia menyadari bahwa kecelakan yang dialaminya tidak menghalangi cita-citanya menjadi seorang desainer, Dini adalah lulusan SMK jurusan tata busana, desainer adalah cita-citanya semenjak ia duduk di bangku sekolah menengah pertama dan setelah ia menyelesaikan pendidikannya di SMK ia lalu meneruskan pendidikannya di fakultas seni rupa dan desain jurusan kriya desain produk pada salah satu perguruan tinggi swasta. Kursi roda yang sebagai pengganti kedua kakinya tidak lagi menjadi penghalang baginya untuk mewujudkan keinginannya menjadi seorang desainer.
Dini menuangkan kreatifitasnya pada desain-desain pakaian yang di gambarnya di atas kertas, kini hasil desain yang dibuatnya telah terkenal di pasaran dengan bantuan ayahnya yang seorang pengusaha tekstil dan memiliki banyak karyawan yang dapat membantunya menjahit rancangan yang dibuat oleh Dini. Seiring berjalannya waktu, Dini semakin giat untuk berkreasi dalam membuat desain-desain pakaian wanita yang modis, sehingga ia tidak memiliki waktu yang banyak untuk bertemu Doni, hal tersebut mengakibatkan Doni jenuh dalam menjalin hubungannya dengan Dini.
            Pada suatu ketika di malam hari, Doni datang menghadiri acara ulang tahun temannya yang bernama Rian dan tanpa di sengaja ia bertemu Tasya di acara ulang tahun tersebut, Tasya adalah mantan kekasih Doni sewaktu ia duduk di bangku sekolah Menengah Atas atau SMA, Tasya adalah cinta pertama Doni dan ialah gadis yang sangat dicintainya dulu namun karena alasan Tasya yang ingin kuliah di luar kota sehingga ia harus memutuskan hubungannya dengan Doni, pada saat itu Doni sangat kecewa kepadanya. Namun sekarang Tasya telah kembali untuk melakukan penelitian demi kepentingan skripsinya. Dalam pertemuannya dengan Tasya di acara ulang tahun Rian, Doni tidak lagi mengingat-ingat masa lalunya dengan Tasya mereka malah berbincang-bincang dengan santainya di malam itu dengan merasakan tiupan angin malam yang mengakrabkan suasana perbincangan itu.
            Setelah acara malam itu, Doni bertukar nomor handphone dengan Tasya dan akhirnya mereka berdua saling berkomunikasi lewat telfon dan sms, Tasya tidak mengetahui kalau Doni sudah memiliki kekasih lagi dan Doni pun tidak memberitahu kepada Tasya akan hal tersebut, seiring berjalannya waktu komunikasi antara mereka berdua pun terjalin dengan sangat dekat, sesekali Doni membantu Tasya menyusun skripsinya tanpa sepengetahuan Dini.
            Pada suatu ketika di siang hari, Dini mengajak Ayahnya untuk makan siang di tempat favorit mereka, Dini dan Ayahnya mempunyai tempat makan favorit yang terkenal dengan makanan sea foodnya, dulu sebelum Dini mengalami kecelakaan ia dan ayahnya sering mengunjungi tempat itu dan menceritakan banyak hal tentang kuliah dan aktifitasnya di kampus, namun setelah ia mengalami kecelakaan pada waktu itu, ia tak mau lagi mengunjungi tempat itu karena fisiknya yang membuatnya malu. Akan tetapi, semangat Ayah dan Doni membangkitkan semangatnya untuk tidak lagi bersedih dan meratapi nasibnya yang kurang baik, toh kenyataannya sekarang Dini dapat bangkit lagi dari keterpurukan yang di alaminya.
            Sambil menyantap kepiting asam manis yang di pesannya, ia tak sengaja melihat Doni bersama wanita lain, dan wanita itu adalah Tasya, Dini melihat mereka berdua saling berbincang dengan mesranya dan sesekali Doni merapikan rambut Tasya yang sengaja di acak-acaknya. Seketika itu, Dini meradang dan tak punya nafsu makan lagi, ayahnya pun melihat sikap Doni kepada Tasya yang begitu mesra, tanpa berpikir panjang ayahnya pun mendorong kursi roda yang di gunakan Dini serta  membawanya pulang dan langsung membayar makanan yang mereka pesan tanpa mengahabiskannya.
            Di dalam mobil, Dini merenung dan tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya sepertinya Dini merasa sangat terpukul akan hal tersebut, dan tanpa menyadarinya air mata Dini pun jatuh dengan perlahan, betapa sakitnya hati Dini melihat kejadian itu, ayah Dini hanya bisa menguatkan hatinya dengan sesekali mengelus kepala dan bahu Dini yang terangkat akibat tangisan yang tak tertahankan. Sesampainya mereka di rumah, ayah Dini langsung menelfon Doni dan memberitahu kejadian yang mereka lihat tadi dan tidak memberi kesempatan kepada Doni untuk memberikan komentar terhadap hal tersebut dan tanpa basa-basi ayah Dini pun mengancam Doni untuk tidak lagi berhubungan dengan Dini.
            Di tempat lain, Doni merasa terkejut terhadap semua yang diceritakan oleh ayah Dini, ia menyesal akan hal itu, ia menceritakan semuanya kepada Tasya, Tasya tak menyangka kalau Doni sudah mempunyai kekasih, entah mengapa hati Tasya sangat kecewa akan hal itu, pertemuannya dengan Doni telah menumbuhkan kembali perasaan cinta yang pernah ia rasakan sebelumnya terhadap Doni. Sehingga Tasya menegaskan kepada Doni untuk memilih salah satu dari mereka berdua, walaupun Doni sangat merasa bersalah kepada Dini, namun ia merasa kecintaannya terhadap Tasya lebih besar dibandingkan cintanya terhadap Dini.
            Pada suatu hari Doni dan Tasya berniat untuk mendatangi rumah Dini dan ingin menjelaskan semuanya terhadap Dini. Pagi itu, dengan perasaan yang tak menentu Dini menyuruh kedua tamunya itu masuk ke ruang tamu, dengan mengatur posisi duduk yang paling nyaman, Doni menceritakan semuanya kepada Dini, termaksud perasaan Doni terhadap Tasya. Tasya yang berada di samping Doni sesekali menundukkan kepala yang menunjukkan rasa bersalahnya terhadap Dini, namun apa dikata Doni dan Tasya sudah saling mencintai sejak lama, dan hanya membutuhkan beberapa waktu saja cinta mereka dapat tumbuh dan berkembang lagi seperti dulu. Mendengar penjelasan yang panjang lebar dari Doni, Dini tak sanggup lagi dan tak menyadari ia mengusir kedua tamunya tersebut dari rumahnya. Sontak tangisan Dini pun pecah memecah keheningan rumahnya, tangannya pun tak mampu mendorong kedua roda yang terdapat pada kursi roda yang didudukinya. Mendengar tangisan Dini, pembantunya pun segera membantunya mendorong kursi rodanya menuju ke kamar.
Sejak kejadian itu, hari-hari Dini pun di jalaninya dengan penuh kesedihan, tak ada lagi semangat dalam diri seorang Dini, tak ada lagi kreatifitas yang ia tuangkan melalui desain-desain pakaian yang modis, semangat dari seorang ayah pun tak mampu membuatnya untuk bangkit kembali, semua kejadian yang dialaminya membuatnya merasa tertekan, mulai dari perceraian kedua orang tua, kecelakaan yang mengakibatkan kedua kakinya di amputasi, hingga pacar yang dianggapnya sempurna di matanya juga harus meninggalkannya. Hanya ada seorang Ayah yang selalu mendampingi dan menyemangatinya.
Suatu pagi, Dini merasa tubuhnya lemas dan kepalanya terasa sakit ia meminta bantuan oleh pembantunya untuk membelikannya obat di apotik, setelah meminum obat tersebut, ia merasa sedikit lebih baik, namun sakit kepala yang dideritanya kambuh lagi, ia tak pernah menceritakan hal tersebut kepada ayahnya, sakit yang di deritanya di simpannya sendiri karena ia merasa tak punya daya lagi untuk hidup. Sehingga pada keesokan harinya ayahnya mendapatinya telah pingsan di lantai kamarnya dengan posisi lemah tak berdaya, ayahnya pun segera membawanya ke dokter, dokter mendiaknosa bahwa Dini menderita penyakit kanker otak stadium empat, kecelakaan yang mengakibatkan benturan di kepalanya yang menyebabkan trauma pada jaringan otak, sehingga bisa jadi penyebab tumbuhnya jaringan abnormal dalam otak yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker otak.
Seiring berjalannya waktu Dini melakukan pengobatan kemoterapi, dengan di temani sang ayah, Dini selalu chek up ke dokter untuk melakukan kemoterapi, namun usaha tersebut tidak memberikan kemajuan yang berarti terhadap kesehatan Dini, daya ingat dan respon Dini pun mulai menurun, selain itu ia juga tidak dapat mendengar dan melihat dengan baik, semakin hari kesehatan Dini pun menurun. Ayahnya selalu berusaha menyemangati Dini dan memberikan pengobatan yang terbaik baginya, namun Dini tidak mempunyai semangat hidup lagi, dan pada suatu ketika tubuh Dini pun tak dapat merasakan sentuhan lagi dan ia pun tak sadarkan diri, ayahnya segera membawanya kedokter dan dokter berusaha menyadarkannya dengan bantuan alat-alat rumah sakit, tetapi Tuhan berkehendak lain nyawa Dini pun tak tertolong lagi dan pada akhirnya ia meninggal dunia.

TAMAT